Tuesday, December 20, 2016

Tanggapan Para Tokoh Soal MUI larang Umat Islam pakai Atribut Natal

( FPI konvoi keliling surabaya. / Foto : merdeka.com )
1. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin : Fatwa itu merupakan prinsip toleransi antar agama. 
"Kita tidak harus menggunakan atribut keagaman yang bukan dari keyakinan kita, karena toleransi itu tidak harus ditunjukkan dengan cara masing - masing pihak meleburkan diri, kita tetap harus menjaga atribut masing-masing agama, tanpa harus mengurangi rasa hormat, rasa menghargai keyakinan agama lain. Semangat itulah yang harus kita jaga. Tidak sedikit dari warga Indonesia yang memeluk agama kristiani, dan mereka yang hari keagamaannya itu harus kita hormati. Kita harus menghargai saudara sebangsa yang merayakan hari natal itu." Lukman Hakim Saifuddin ( news.detik.com )




2. Wakil Ketua DPR, Fadli Zon : Fatwa yang dikeluarkan MUI pasti beralasan. 
"Bagaimanapun kita harus menghargai institusi Majelis Ulama Indonesia, MUI ini dipilih representasi orang-orang yang paling memahami, paling mengerti kapasitas, kapabilitas. Dari ahli agama Islam, dalam hal ini. Saya kira apa yang dilakukan oleh MUI itu tentu mempunyai dasar yang kuat. Kita di Indonesia ada standar, dalam hubungan saya yakin dasar itu ada. Harus ada dialog, pihak MUI, Kepolisian, pihak agama, terkait ada dialog dan silaturahmi supaya tidak ada kesalahpahaman. Sehingga dialog itu nanti bisa saling memahami," - Fadli Zon (news.detik.com)


2. Ketua Setara Institute, Hendardi : Fatwa MUI terkait atribut Natal yang diafirmasi Polri dengan merujuk Fatwa MUI sebagai konsideran.
"Surat Himbauan Kamtibmas adalah kekeliruan institusi penegak hukum yang memiliki dampak serius pada melemahnya supremasi hukum di Indonesia. Ketika institusi hukum justru tidak berdiri tegak berdasarkan hukum dan Konstitusi, maka sesungguhnya prinsip negara hukum yang kita anut sedang dilumpuhkan oleh paham supremasi keagamaan yang sempit dengan tafsir dan klaim kebenaran yang tunggal." -  Hendardi (netralnews.com)


3. Pengamat sosial-politik senior, Muhammad A.S. Hikam : Fatwa MUI kurang mempertimbangkan aspek konstelasi politik dan keamanan nasional yang saat ini sedang memerlukan kohesivitas dan peningkatan solidaritas kebangsaan yang kuat.
"Hemat saya, kendati MUI berhak membuat fatwa keagamaan dan ditopang oleh niatan yang baik, tetapi terkesan kurang mempertimbangkan aspek konstelasi politik dan keamanan nasional yang saat ini sedang memerlukan kohesivitas dan peningkatan solidaritas kebangsaan yang kuat. Sama halnya, tidak semua atribut dalam perayaan keagamaan lain, misalnya Lebaran atau Galungan dan lain-lain langsung berkorelasi dengan masalah teologi, tetapi semacam kreatifitas kultural yang bisa dishare bersama. Dalam konteks globalisasi budaya, motif ekonomi malah mungkin lebih kuat ketimbang religiositas dari perayaan Natal. Jika dilihat dari konteks keindonesiaan, fatwa MUI ini bisa diperdebatkan apakah akan mampu menjadi wahana bagi upaya menjaga kerukunan hidup antara umat beragama dan memelihara harmonis kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sebagaimana diinginkan oleh pembuat fatwa tersebut, atau malah sebaliknya?." - Muhammad A.S. Hikam (politik.rmol.co)


4. Calon Gubernur DKI  Agus Harimurti Yudhoyono : Seharusnya masyarakat lebih taat pada aturan hukum yang ada. 
"Seharusnya masyarakat harus saling menghargai antar umat beragama. Ya kita kembalikan kepada masyarakat. Ini adalah negara demokrasi, setiap perayaan umat beragama adalah hak dari setiap warga negara. Yang penting kita taat pada aturan hukum saja. Dan tentunya keindahan dari Indonesia bahwa kita keberagaman yang luar biasa ini kita bisa hidup berdampingan." -  Agus Harimurti Yudhoyono (merdeka.com)


5. Guru besar Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, Pendeta Jan Sihar Aritonang : Menyurati MUI soal fatwa haram atribut natal dan penggunaan kata kafir untuk pemeluk agama Kristen.
"Siapa yang dimaksud oleh Komisi Fatwa MUI dengan kafir? Apakah semua orang non-muslim adalah kafir, termasuk umat Kristen? Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memang dikatakan bahwa kafir adalah 'orang yang tidak percaya kepada Allah dan rasul-Nya'. Saya mengimbau Komisi Fatwa MUI agar tidak menerbitkan fatwa yang bisa ikut menambah panas suasana dan suhu kehidupan di negeri kita ini, sebaliknya menyampaikan fatwa ataupun pendapat yang mendatangkan kesejukan. Izinkanlah umat Kristen di Indonesia merayakan hari Natal (kelahiran) Yesus Kristus, yang kami yakini sebagai Tuhan dan Juruselamat dunia, dalam suasana tenteram dan sejahtera," - Pendeta Jan Sihar Aritonang (rimanesw.com)

No comments:

Post a Comment