Thursday, September 13, 2018

Tak Hanya Shalat, Korupsi pun Mereka Berjamaah

Sebenarnya jika mendengar anggota legislatif korupsi itu lumrah. Namun  kali ini agak fantastis, karena dari total 45 anggota DPRD  Kota Malang 40 diantaranya dinyatakan tersangka korupsi oleh KPK ditambah 1 orang mantan Ketua DPRD yang saat ini telah menjadi Walikota Non-aktif. Menurut KPK semua anggota DPR itu menerima uang Rp. 700 juta untuk kasus suap dan Rp. 5.8 miliar untuk dugaan gratifikasi yang dilakukan oleh Walikota Nonaktif Kota Malang.

Ironis sekali memang, karena ini kali pertama dalam sejarah Indonesia dimana anggota dewan melakukan korupsi berjamaah. Ternyata bukan dalam shalat saja yang bisa dilakukan berjamaah, dalam korupsi pun mereka lakukan secara berjamaah.

Kenapa Anggota Dewan Doyan Korupsi ?
Kita semua tahu bahwa fungsi utama dan tugas anggota dewan seperti pengawasan, legislasi dan membuat anggaran semua itu merupakan titik rawan tindak pidana korupsi. Belum lagi kepala daerah yang memonopoli kekuasaan.

Tiga fungsi dewan tersebut merupakan wilayah yang sangat "basah". Ketika proses pengawasan, pembuatan undang-undang dan penyusunan anggaran berlangsung, banyak pihak yang berkepentingan muncul kemudian melakukajn berbagai cara agar diloloskan oleh anggota dewan.

Seperti kita ketahui bahwa tahun depan merupakan tahun pemilu bagi anggota legistatif dan juga presiden. Tentu mulai tahun ini mereka mulai berpikir untuk mencalonkan kembali menjadi anggota dewan. Menurut pandangan saya, sebenarnya ada beberapa faktor yang menjadikan anggota dewan ini korupsi yang dimulai dari awal muali pencalonan di antaranya :

1. Dana Kampanye / Promosi
Untuk menyosialisakina dirinya  ke publik sangat membutuhkan dana besar. Bisa kita perhatikan dari mulai pembuatan panflet, spanduk, baliho beriklan di media massa dan lain sebagainya. Dari sini kita tahu bahwa dana kampaye akan membutuhkan banyak ongkos untuk berpromosi.

2. Dana Tim/ Relawan
Seorang calon anggota legislatif (caleg) tidak mungkin berkampanye sendirian tentu ia bersama tim atau relawan. Semakin banyak tim atau relawan yang bergabung dengan mereka, mau tak mau para caleg ini mengeluakan uang yang banyak. Apalagi saat ini kita ketahui bahwa banyak sekali relawan yang tidka mau bekerja tanpa dibayar.

3. Biaya Transpotasi
Berkampanye dari satu tempat ke tempat lain membutuhkan biaya yang tak sedikit. Mereka tidak mungkin hanya mengandalkan relawan saja yang bekerja di lapangan. Para caleg ini pun dituntut untuk berkunjung ke ke semua daerah pilihannya (Dapil) untuk menemui secara langsung untuk mempromosikan dirinya.

4. Konsultan Politik dan Survei
Guna meningkatkan dan mengetahui tingkat elektbilitas tentu menggunakan jasa konsultan politik. Para konsultan ini nantinya akan memberikan strategi dan mendampingi mereka. Mereka akan diberi tahu langkah-langkah apa saja yang harus dilakukan selama berkampanye, memberikan pelatihan kepada relawan. Semua itu merupakan langkah-langkah untuk pemenangan seorang caleg. Selanjutnya untuk mengetahui elaktabilitas dan evalusi mereka harus melakukun survei. Besaran biaya pengguna konsultan politik tergantung popularitasnya. Karena melalui jasa ini kita akan dipoles menjadi lebih baik agar mendulang banyak suara.

Mengingat mahalnya ongkos kampanye untuk menjadi anggota dewan maupun kepala daerah. Menurut saya pemerintah harus mengambil alih model pileg yang sudah berlangsung beberapa tahun ini. Sehingga tidak hanya yang berduit saja yang bisa menyalokan tetapi juga masyarakat yang benar-benar ingin berbakti dan memiliki potensi namun minim biaya. sehingga ketika sudah menjadi pejabat tak tersandera balas budi karena sudah berjasa memberi modal samapai yang calon yang bersangkutan terpilih.

No comments:

Post a Comment