Bermula ketika mendapat kiriman WA dari teman yang berisikan tentang berita kasus bullying pada seorang gadis kecil. Pada saat itu teman menanyakan lokasi kejadian apakah dekat dengan rumah saya. Akhirnya saya pun penasaran dan mulai mencari info dan berita terkait peristiwa yang dikirim oleh teman saya itu. Setelah melihat tayagan videonya, saya terenyuh dan air mata pun tak tersasa pecah ketika Nabilla menjawab ejekan teman-temanya dengan sangat emosional.
Video itu sempat viral dan mengundang banyak reaksi netizen. Meskipun setelah saya baca beberapa
berita terkait saya beranggapan itu hanyalah candaan anak kecil. Tentu kita
masih inget dulu kita sering menyembunyikan sepatu teman, memanggil teman dengan
nama bapaknya, belum lagi julukkan yang jadi bahan bully-an dll. Meski begitu
bukan berarti kita menganggap lumrah, tapi banyak kasus serupa akibat candaan
seperti itu berakibat fatal untuk masa depan korban.
Adalah jawaban emosial Nabilla yang membuat banyak orang tersentuh
termasuk saya. Bagaimana tidak gadis kecil yang ditinggal sejak kecil oleh
orang tuanya yang kini tinggal dengan nenek dan kakeknya, rela mengumpulkan sampah untuk
membeli sepatu di saat teman-teman seusianya sibuk bermain. Kalau kita boleh jujur, mungkin sebagian dari kita juga sampe kuliah
sepatu masih dibelikan oleh orang tua.
Banyak hikmah yang bisa kita ambil dari kejadian tersebut yaitu bersyukur dan harus
menghargai kerja keras seseorang dengan melihat proses bagaimana dia mendapatkannya.
Tak hanya itu, vidio itu pun tiba-tiba mengajak pikiran saya bernostalgia teringat masa kecil. Tiba-tiba saya jadi inget alm. Bapa, kebetulan SDN Cobas I, tempat
sekolah Nabilla merupakan tempat mengajar alm. bapak saya mengajar. Teringat
masa kecil, dimana saya sering ikut alm. Bapak naik motor bebek untuk mengajar di sekolah
itu. Masih kebayang, serpihan-serpihan memori susana lingkungan SDN Cibodas
waktu itu serta gaya alm. ketika mengajar anak-anak SD dengan menggunakan baju safari sebagia ciri khas gaya berpakaian guru-guru jaman dulu.
Sementara sebrang sekolah itu, dulu sering digunakan upacara 17 Agustus-an, di mana semua sekolah Se-Desa Pangauban berkumpul di sana. Mereka berjakan kaki dengan iringi pawai
dari masing-masing RW. Waktu itu kebetulan saya bersekolah di SDN Galanggang I tp saya sering ikut
alm. Teteh yg waktu itu kelas alm. Kelas 6 dan diwajibkan ikut upacara. Namun
terakhir kali melewati lapangan itu, kini telah beralih fungsi menjadi
perumahan warga.
Bukan hanya itu saja, ketika mengulang-mengulang video tersebut semua aktivitas masa
kecil tiba-tiba teringat. Ini hanyalah sebagian dari indahnya mengenang masa kecil.
Alfatihah untuk Alm. Bapak dan Teteh. Dan semoga Nabilla menjadi anak yang sukses.
No comments:
Post a Comment