Monday, April 29, 2019

Kisah Pilu Nabilla dan Memori Masa Kecil


Bermula ketika mendapat kiriman WA dari teman yang berisikan tentang berita kasus bullying pada seorang gadis kecil. Pada saat itu teman menanyakan lokasi kejadian apakah dekat dengan rumah saya. Akhirnya saya pun penasaran dan mulai mencari info dan berita terkait peristiwa yang dikirim oleh teman saya itu. Setelah melihat tayagan videonya, saya terenyuh dan air mata pun tak tersasa pecah ketika Nabilla menjawab ejekan teman-temanya dengan sangat emosional.

Video itu sempat viral dan mengundang banyak reaksi netizen. Meskipun setelah saya baca beberapa berita terkait saya beranggapan itu hanyalah candaan anak kecil. Tentu kita masih inget dulu kita sering menyembunyikan sepatu teman, memanggil teman dengan nama bapaknya, belum lagi julukkan yang jadi bahan bully-an dll. Meski begitu bukan berarti kita menganggap lumrah, tapi banyak kasus serupa akibat candaan seperti itu berakibat fatal untuk masa depan korban.

Adalah jawaban emosial Nabilla yang membuat banyak orang tersentuh termasuk saya. Bagaimana tidak gadis kecil yang ditinggal sejak kecil oleh orang tuanya yang kini tinggal dengan nenek dan kakeknya, rela mengumpulkan sampah untuk membeli sepatu di saat teman-teman seusianya sibuk bermain. Kalau kita boleh jujur, mungkin sebagian dari kita juga sampe kuliah sepatu masih dibelikan oleh orang tua. 

Banyak hikmah yang bisa kita ambil dari kejadian tersebut yaitu bersyukur dan harus menghargai kerja keras seseorang dengan melihat proses bagaimana dia mendapatkannya.

Tak hanya itu,  vidio itu pun tiba-tiba mengajak pikiran saya bernostalgia teringat masa kecil. Tiba-tiba saya jadi inget alm. Bapa, kebetulan SDN Cobas I, tempat sekolah Nabilla merupakan tempat mengajar alm. bapak saya mengajar. Teringat masa kecil, dimana saya sering ikut alm. Bapak naik motor bebek untuk mengajar di sekolah itu. Masih kebayang, serpihan-serpihan memori susana lingkungan SDN Cibodas waktu itu serta gaya alm. ketika mengajar anak-anak SD dengan menggunakan baju safari sebagia ciri khas gaya berpakaian guru-guru jaman dulu.

Sementara sebrang sekolah itu, dulu sering digunakan upacara 17 Agustus-an, di mana semua sekolah Se-Desa Pangauban berkumpul di sana. Mereka berjakan kaki dengan iringi pawai dari masing-masing RW. Waktu itu kebetulan saya bersekolah di SDN Galanggang I tp saya sering ikut alm. Teteh yg waktu itu kelas alm. Kelas 6 dan diwajibkan ikut upacara. Namun terakhir kali melewati lapangan itu, kini telah beralih fungsi menjadi perumahan warga.

Bukan hanya itu saja, ketika mengulang-mengulang video tersebut semua aktivitas masa kecil tiba-tiba teringat. Ini hanyalah sebagian dari indahnya mengenang masa kecil. 

Alfatihah untuk Alm. Bapak dan Teteh. Dan semoga Nabilla menjadi anak yang sukses.


No comments:

Post a Comment